guys, jangan bosan membaca cerpen dari saya ya, yang ini pasti akan lebih seru.. mau tau kan keseruan apa aja yang tersembunyi dalm cerpen ini, yuk baca bareng-bareng....
Hari
ini mulai ada yang berbeda pada dirinya, ia nampak lebih lemas dari biasanya,
entah mengapa mukanya pucat sekali hari ini tidak seperti hari biasanya.
“Clara….” Suara itu datang dari
kejauhan.
“ Clara, lo kenapa? Lo baik-baik aja
kan Ra?”
Cewek mungil, lucu dan berlesung pipit
yang mengkhawatirkan Clara adalah Fani sahabat baiknya dari kecil.
Hari
ini adalah hari terakhir bagi Clara untuk bersama teman-temannya, karena hari
ini semua surat pengunduran diri Clara dari sekolah selesai diurus. Clara
sekarang sudah tidak sekolah dikarenakan dia ingin ikut home schooling, tidak
tahu kenapa ayahnya memaksanya untuk ikut home schooling, tapi yang jelas dia
gak bisa menolak permintaan ayah tercintanya itu, karena memang hanya ayahnya
yang dia punya saat ini.
Sudah
terhitung 2 bulan Clara tidak lagi bersekolah disekolah yang sama dengan Fani,
Fani yang biasanya ceria kini lebih banyak diam karena merasa kehilangan
sahabatnya. Fani sendiri tidak mengetahui mengapa akhir-akhir ini Clara susah
dihubungi dan setiap Fani kerumahnya pasti alasannya Clara tidur dan tidak
ingin diganggu. Seperti ada sesuatu hal yang ditutup-tutupi oleh Clara.
Siang
hari itu tidak sengaja keduanya bertemu.
“ Hai Ra, lo tau gak? Gue kangen banget
sama lo Ra.”
“ Hai juga Fan, iya sama aku juga
kangen kok sama kamu Fan. Lama kita sudah gak ngobrol kayak gini.”
“ Ra, kenapa sih lo mau home
schooling?”
“ Ayah Fan, ayah yang minta dan kamu
tahu kan ayah itu gimana Fan.”
“ Ya juga sih. Tapi kan Ra, gue sepi
nih dikelas Ra, gak kasian sama gue apa lo Ra..?”
“ Iya, habis mau gimana lagi Fan, aku
gak bisa ngelawan ayah Fan.”
“ Iya. Oh iya, akhir-akhir ini lo
berubah Ra..?”
“ Berubah? apanya yang berubah? Aku
bukan power rangers kali Fan. Jadi ga mungkin berubah.”
“ Clara…Clara.. lo ada-ada aja sih Ra.
Tapi bener juga sih.”
“ Fan, kalau nanti aku pergi aku harap
kamu ikhlas Fan.”
“ Hah, lo barusan ngomong apa Ra..?”
saut Fani dengan nada sedikit keras.
“ Hah, iya , apa.. aku gak bilang
apa-apa kok Fan.”
“ Oh, perasaan gue denger lo mau pergi
deh.”
“ Aku gak bilang apa-apa kok.”
Ketika
sedang asyik berbicara tiba-tiba sebuah mobil BMW berplat nomor B 6161 LI
berhenti dan membukakan pintu.tidak salah lagi itu mobil ayahnya Clara. Sesosok
pria dengan jas hitam, berpostur tinggi dan putih, blasteran IndoJerman turun
dari mobil.
“ Eh, om apa kabar om?” ( sambil cium
tangan pada ayahnya Clara)
“ Oh, kamu Fani, baik kok. Maaf ni ya
om harus bawa Clara pulang, ada keperluan.”
“ Oh, iya gapapa kok om.”
“ Maaf ya, om ganggu.”
Dengan sangat terpaksa dan berat hati
percakapan mereka berdua harus terpotong dan entah bisa dilanjutkan lagi tau
tidak.
Fani
sempat penasaran dengan perlakuan ayah Clara terhadap anaknya dan tingkah laku
Clara yang akhir-akhir ini berubah drastis. Dan sebenarnya apa maksud Clara bilang dia mau pergi, apa benar
Clara mau pergi..? atau Cuma salah dengar. Sepanjang perjalanan pulang
kalimat-kalimat itu selalu terlintas difikiran Fani. Fani berniat untuk mencari
tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri sahabatnya itu.
Sabtu
sore, pencarian pun dimulai dari tantenya Clara.
“ Eh, tante kebetulan tan.”
“ Fani, ada apa?”
“ Tante Clara baik-baik aja kan tan.”
“ Iya lah Fan, Clara sekarang lagi
sibuk sama lesnya dan home schoolingnya itu. Emangnya kenapa Fan?”
“ Gapapa. Makasih ya tante.”
Tante
Ina tidak berbicara banyak hal. Tetapi Fani tidak putus asa, dia pergi menuju
rumah Sisil tetangga Clara yang cukup dekat dengan keluarga Clara. Namun sama hasilnya seperti apa yang dibilang oleh
tantenya Clara. Fani hampir tidak percaya kenapa semua orang gak ada yang mau
angkat bicara tentang apa yang terjadi. Dia bingung harus berbuat apa.
Sementara
dirumah, Clara yang ternyata menderita penyakit kanker otak stadium 1 itu,
harus rela membagi waktunya untuk khemoterapi dan home schooling. Inilah yang
menjadi alasan utama ayahnya menyuruh home schooling, agar bisa lebih memantau
kondisi Clara. Ayahnya juga sudah mengatur rencana agar tidak ada yang tahu
mengenai hal ini termasuk Fani sahabat Clara dari kecil.
Ayah
Clara berencana untuk membawa Clara ke Singapore untuk berobat dan memulihkan
kondisi Clara disana, karena pengobatan yang selama ini dijalani Clara belum
mendapatkan perubahan apapun.
Keesokan
paginya, diruang kelas.
“Gubrak….” Hentakannya terdengar begitu
keras, sampai teman satu kelaspun kaget.
“ Heran, apa sih yang sebenarnya terjadi sama Clara?”
“ Lo, kenapa Fan?” Tanya salah satu
temanya.
“ Gue bingung sama Clara, akhir-akhir
ini dia banyak berubah.”
“ Berubah? Gue gak merhatiin. Tapi
setau gue dia biasa aja kok Fan.”
“ BIASA APANNYA..!!!”
“ Sabar-sabar Fan.”
“ Gue gak bisa sabar, udah habis
kesabaran gue.”
“ Ya. Mau gimana lagi Fan, ayahnya
Clara itu orangnya keras. Clara juga sayang banget kan sama ayahnya, semenjak
ibunya meninggal kan Cuma sama ayahnya dia Fan, jadi dia gak mungkin gak
nurutin kemauan ayahnya Fan”
“ Iya, gue ngerti, tapi gak harus gini
juga kan?”
“ Haduh kalo masalah ini gue no komen
dah Fan.”
“ Ah, sial. Pusing gue lama-lama.”
“ Sabar ya Fan.”
“ Iya, makasih ya.”
Sisil
yang rumahnya tidak terlalu jauh dengan Clara juga, tidak mengetahui bahwa
Clara sebenarnya menderita kanker. Selama ini Clara terlihat baik-baik saja,
bahkan terlihat sehat. Tetapi sebenarnya ia menderita sakit yang sangat hebat
akibat kanker itu.
Lima
bulan sudah Clara menjalani home schooling. Sebanarnya Clara tidak ingin
menyembunyikan penyakitnya itu kepada Fani, tetapi ia tidak ingin membuat Fani
dan teman-teman kasihan terhadapnya. Jadi ia lebih memilih diam dan menahan
rasa sakit itu sendiri. Tidak terasa 2 hari lagi Clara akan pergi ke Singapore
untuk melakukan pengobatan. Entah untuk berapa lama dia juga tidak mengetahuinya,
tapi yang jelas 2 hari ini Clara harus bersiap-siap untuk meninggalkan semua
temanya.
Jahat
memang bila difikir-fikir seorang sahabat harusnya selalu memberitahu tentang
apa yang terjadi satu sama lain, tapi untuk masalah seperti ini Clara tidak
layak dibilang jahat karena ia tidak ingin melihat temannya harus sedih
nantinya bila mengetahui bahwa temannya sendiri menderita kanker.
Akhirnya
hari itu pun tiba, semua barang-barang sudah siap. Clara tidak membawa banyak
barang, hanya yang penting saja, selebihnya bisa dibeli disana. Fani yang sudah
merasa putus asa dengan apa yang dia lakukan selama ini, memilih diam dirumah
dan membantu orangtuanya. Toh lagi pula Fani tidak tahu bahwa hari ini Clara
akan berangkat ke Singapore.
Tepat
pada pukul 10.00 Clara dan ayahnya serta tidak lupa tante Ina, mereka bertiga
berangkat menuju bandara. Clara yang sejak umur 5 tahun harus kehilangan ibunya karena sakit kanker yang diderita
ibunya, terkadang sedih jika harus jauh dari tantenya. Karena sejak kecil Clara
sudah dirawat oleh tantenya. Setelah selesai melakukan boarding pass, Clara
bersiap untuk memasuki pesawat. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke
tempat tujuannya itu.
Sesampainya
di Singapore Clara dan ayahnya telah dijemput oleh supir pribadi yang dikirim
dari perusahaan ayahya dikota itu. Mereka menuju sebuah apartemen yang letaknya
tidak jauh dari pusat kota Singapore. Setelah sampai di apartemen Clara segera
mempersiapkan diri untuk besok. Sementara di Indonesia Fani sahabatnya, masih
memikirkan cara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diri
sahabatnya itu.
Sampai
pada suatu ketika Fani harus menitihkan air mata.
“ Fani, kamu kenapa sayang. Ada
masalah..? cerita sama mama sayang.”
“ Aku cuma sedih Ma, kenapa Clara gak
mau hubungi aku. Apa dia udah gak mau punya sahabat seperti aku yah Mah..?”
“ Kamu tuh ngomong apa sih sayang.
Clara gak mungkin seperti itu.”
“ Tapi Mah.”
“ Udah, jangan nangis. Mungkin Clara
sibuk sayang. Jangan suka berfikiran negative sama orang sayang. Gak baik.”
“ Iya Mah. Maksih ya Mah. Udah buat
Fani gak sedih lagi.”
“ Iya sayang.”
Pagi
seperti biasanya Clara harus rela setiap helai rambut indah panjangnya rontok,
karena kanker yang dideritanya.
“ Hari ini hari pertama aku berobat.”
“ Iya sayang.”
“ Eh, ayah. Bikin aku kaget aja.”
“ Ayo kita sarapan dulu.” Ajak ayah
Clara.
“ Yah, kalau Tuhan ambil nyawa aku ayah
rela kan dan ikhlas kan yah.?” Tanya Clara.
Ayah dan tantenya kaget dengan apa
yang diucapkan Clara, sampai ayahnya harus tersedak makanan yang ada didalam
mulutnya.
“ Kamu ngomong apa sih sayang, kamu
pasti sembuh kok, percaya sama ayah.”
Jawab ayahnya berusaha menegarkan Clara.
“ Iya, Clara kamu pasti sembuh kok
sayang.” Sambung tante Ina.
“ Tapi yah kalau seandainya aku harus
pergi menyusul ibu..?” jawab Clara.
“ Udah ya sayang kamu habisin makanan
kamu yah. Kita harus kerumah sakit.”
“ Tapi kan ayah..”
“ Udah Clara.” Paksa tantenya untuk
segera menghabiskan makanannya.
Selesai
sarapan Clara dan ayahnya bergegas ke Rumah Sakit untuk melakukan medical chek up sekaligus
perencanaan program khemo di RS itu. Tidak terasa sudah berbulan-bulan Clara
meninggalkan Fani dan selama pengobatannya di Singapore Clara masih belum
mengalami perubahan, kini kankernya sudah meningkat menjadi stadium 3, dan
dokter bilang bahwa umurnya sudah tidak lama lagi.
Fani
yang tidak pernah berputus asa selalu menghubungi Clara baik lewat handphone,
email, facebook, ataupun twitter tapi tidak satu pun yang mendapatkan respon
dari Clara. Mungkin terlampau jahat Clara bagi Fani, karena tidak memberi kabar
pada sahabatnya sendiri, namun mau gimana lagi Clara tidak ingin membuat Fani
sedih.
Tidak
terasa Fani sudah menyelesaikan sekolahnya, dan sekarang Fani melanjutkan di
Fakultas Hukum. Clara terhitung 1 tahun sudah di Singapore karena tahu umurnya
sudah tidak akan lama lagi Clara berniat untuk memberi kabar pada Fani melalui
sms (short message service) dan dia menceritakan segalanya. Clara meminta maaf
selama ini tidak mengabari, dan dia juga bercerita selama ini dia berada di
Singapore karena menjalani pengobatan kanker.
Sayangnya
sms itu harus pending pada saat sampai di Indonesia. Tanpa disadari, itulah
kata terakhir yang diucapkan Clara sebelum ia harus menghembuskan nafas
terakhirnya. Lima menit sebelum Clara pergi, ia menulis sepucuk surat yang
menerangkan bahwa ia ingin jenasahnya dibawa ke Indonesia dan dimakamkan
disamping makam Ibunya.
Ayah
dan tantenya sangat terkejut karena mereka harus kehilangan Clara secepat ini.
Tetapi apa yang harus dilakukan, kita tidak bisa menentang kekuasaan Tuhan,
ayahnya sadar bahwa ia akan kehilangan putri tercintanya itu. Setelah proses
pengurusan jenasah Clara selesai, jenasahnya diterbangkan ke Indonesia.
Sementara
dirumahnya Clara diJakarta sudah terpasang tenda dan bendera putih, serta sudah
banyak orang yang berkumpul untuk menyambut jenasah Clara. Tak lupa juga
teman-teman satu angkatannya juga datang, tapi masih ada satu orang yang kurang
“Fani”. Dia belum tahu karena handphonenya baru saja dinyalakan dan ketika ia
mengetahui ada sebuah pesan singkat dari Clara, tidak tahu harus berbuat apa
tetapi rasanya Fani tidak sanggup lagi.
Selama
ini ia mencari Clara, menghubungi, tetapi apa..? setelah mendapat kabar , ia
harus mendapat kabar buruk dari sahabatnya itu. Fani segera bergegas lari
kerumah Clara dengan penuh airmata, ia terjatuh disamping jenasah Clara.
“ Ra, kenapa lo tega sama gue Ra..?
kenapa Ra..? katanya kita sahabat Ra..? tapi kenapa..? Clara..!!! jawab gue
Ra..?”
Dengan
memandang Clara yang hanya bisa diam dan tergeletak lemas dan tidak berdaya.
“ Clara, kenapa? Kenapa harus secepat
ini, kenapa waktu kita ketemu lo gak cerita.? Kenapa Ra..? kenapa?”
“ Fani maafkan tante yah Fani, mungkin
ini memang sudah jalan terbaik bagi Clara dari Tuhan Fan.” Jawab tante Ina, sambil
memeluk Fani.
“ Tapi tante..?”
“ Iya Fan. Mungkin ini yang terbaik
untuk Clara Fan.. sabar ya Fan…” sambung teman-temannya.
“ Ra, gue janji, gue gak akan melupakan
persahabatan kita, meski lo udah gak ada Ra, gue janji gue gak akan pernah
lupain lo Ra. Gue harap lo bisa tenang disana.”
“ SELAMAT JALAN Clara Anindya Putri”
Jakarta, 09 April 1991,
“
Untuk kalian semua yang memiliki sahabat, jaga sahabat kalian selama mereka
masih ada. Karena kita tidak akan pernah tahu kapan ia akan diambil oleh Tuhan,
maka selama ia masih ada bahagiakanlah dia dan jangan pernah buat ia bersedih,
jangan pernah juga lupakan persahabatan yang pernah kalian buat, meski sahabat
kalian sudah pergi meninggalkan kalian.”
Jakarta, 17 Desember 2010
Cerpen by: Apriliani Kartika Sari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar